Thursday, 11 October 2018

- From Jailolo to Europe -
Applied Linguistics,MA 2018 Squad


Kelas Internasional !! Lebih tepat  jika  disebut demikian, Karena kami berempat belas orang berasal dari daerah, bahkan negara yang berbeda. sudah bisa dibayangkan seperti apa??

Bayangkan saja kita yang masih satu negara Indonesia dangan 34 Provinsi, berbeda daerah, bahasa suku dan budaya. Perbedaannya masih terasa (tapi bangga karna Indonesia Unity in Diversity).

Hal ini terjadi bagi kami anak - anak muda yang percayakan, serta diberi kesempatan oleh negara kami masing - masing untuk melanjutkan Studi program Master Degree  kurang lebih dua tahu kedepan.

Pannon Egyetem atau University of Pannonia, Applied Lingusitics di kota Veszprem. Kota  yang terletak di bagian barat negara Hongaria Eropa Tengah, adalah universitas yang akan menjadi sumber kami mendapatkan ilmu.

jika berada dalam kelas ini, pikiran saya jadi kebayang kembali  kesalah satu film komedi "Kelas Internatioal" yang waktu itu sering tayang di NetTv salah stasiun Tv favorite saya.

mengapa demikian??

karna kami berempat belas seperti saya sebutkan dari awal (beda daerah bahkan negara).

kira - kira negara apa saja ?

Empat orang dari teman kelas saya adalah dari Rusia (negara yang biasa saya dengar jika musim piala dunia), lima orang dari Jordan, satu dari Kazakhastan, satu dari Pakistan,satu dari Hongaria (negara tuan rumah, tapi todak ada di foto), satu dari Syria dan satunya dari Indonesia (saya yang wajah asianya  kental  sangat). Hehehehe .

Dan bersama kami ada seorang Professor muda bergelar PhD yang membimbing kami di salah satu  matakuliah. saya terkagum dengan beliau, karna diusia yang masih bisa dibilang muda tetapi pengalamannya tak semuda yang kita bayangkan. Pokoknya mantap abissss.

dikelas ini, saya merasa seperti pelangi yang banyak warnanya. Warna yang satu melengkapi warna yang lainnya. Masing - masing dengan potensi dan kebolehanya. Jika ada sepuluh jempol akan saya kasih jempol untuk mereka. Trima Kasih telah menjadi teman kelas yang sangat koperatif.

2018.10.11
Veszprem,Hungary

Monday, 8 October 2018

                                  -From Jailolo to Europe-  



St.Michael's Basilicia,Castle Veszprem-Hungary
                                         

Orang Kampung, Alifuru (Bahasa lokal Maluku Utara) itu yang ada dalam diri saya. Sebagai seorang Putra yang lahir dan besar di desa Bukumatiti di kecamatan Jailolo yang sekarang terkenal dengan event besarnya "Festival Teluk Jailolo" bagian Barat Halmahera.                                             

Sejak kecil saya hidup selayaknya anak kampung, bermain dengan Teman - teman sebaya (permainan yang sekarang tak muncul lagi di peradaran) bahkan mandi di air kali (sungai) sampai larut malam pun  ada. Serasa masa kecil dikampung itu seperti surga kecil didunia yang di titipkan oleh sang Khalik. disisi lain saya harus berjuang dengan Pendidikan. Waktu Sekolah Dasar (SD) saya menempuh di SD GMIH Bukumatiti di kampung saya (mungkin sekarang namanya sudah dirubah), tetapi saya menyelesaikannya di SDN Inpres 1 Akediri karna Horisontal Konflik(waktu itu dan sekarang sudah sangat  aman dan nyaman), tetapi sempat juga belajar di SD GMIH Tedeng. pertanyaannya? kok tidak ada TK? maklum dikampung saya waktu itu belum ada TK adanya dikampung lain. SLTP N 1 Jailolo itu adalah tempat yang saya belajar dan diajari oleh orang - orang hebat dan sangat menginspirasi (dewan guruku yang terhormat) serta ketemu teman - teman kelas yang sangat luar biasa dan bervariasi talenta dan kebolehannya. SMA N 1 Jailolo adalah tempat saya menimba ilmu dari orang - orang yang tak kalah hebatnya (yang terhormat dewan guruku). saya kemudian mendapat seorang Wali kelas yang bidangnya Bahasa Inggris yang sangat amat mendorong saya dalam hal belajar. masih ingat betul beberapa katanya"kamu harus belajar Bahasa Inggris, biar bisa keluar negeri suatu saat nanti". trima kasih Wali kelasku.

Hal itu kemudian saya wujudkan dengan melanjutkan pendidikan ditingkat Universitas dengan meminta doa dan  restu dari orang kedua orang  tua saya. Sebenarnya jurusan yang ingin diambil adalah Hubungan International (HI),dengan harapan bisa menjadi seorang diplomat kemudian. Tetapi hal  itu terhenti karna kondisi ekonomi keluarga yang dibawah Rata - rata karna harus kuliah diluar Maluku Utara. Keputusan akhirnya Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Program Studi Bahasa Inggris, Universitas Khairun Ternate menjadi tempat saya menimba ilmu kurang lebih 3 tahun 6 bulan.

Singkat cerita harapan saya untuk keluar negeri sempat terhenti beberapa tahun (karna berkerja dibeberapa instansi).Tetapi hal itu saya wujudkan kembali di tahun 2014, dengan mengikuti Program Pertukaran Pemuda Antar Negara (PPAN) perwakilan Malut ke  Malaysia bersama dengan 33 Pemuda hebat lainnya dari belahan Nusantara. Di tahun yang sama saya dipercayakan mewakili Provinsi untuk program yang berbeda "Ketahanan Nasional untuk Pemuda (TANNASDA) dan Studi komperasi ke Bangkok- Thailand".Semangat keluar Negeri saya menjadi 360 derajat, saya kemudian  diskusikan dengan keluarga (Mama, Papa, saudara bersaudara), bahkan semua pihak untuk saya melanjutkan Study ke Luar Negeri.

Dan Puji Tuhan, saya ada disini (Hungary- Eropa Tengah) untuk itu. Trima kasih untuk semua pihak yang telah mendukung saya sampai ketahap ini.

                                                                                       
                                                         

2018.10.08
Veszprem,Hungary - Europe

Wednesday, 16 May 2018


Para - para (Tempat pematangan Kelapa untuk dijadikan Kopra)

Kerja Kopra itu berat, jangan kamu biar aku saja!!

kira - kira seperti itu yang dirasakan oleh Petani Kopra yang ada di Provinsi Maluku Utara, di seluruh Pulau Halmahera terlebih lagi di bagian Barat Halmahera. Bukumatiti adalah saah satu desa penghasil Kopra terbesar di kecamatan Jialolo. Hampir  80 %  penduduknya adalah petani. Kopra adalah salah satu objek penghasil utama para petani, selain Cengkeh dan Pala yang merupakan komiditi unggulan para peteni.

Di akhir tahun 2017, harga Kopra di Halmahera Barat membuat senyum indah para petani. karna dengan harga Rp.11.000 per Kilogram  setidaknya mencukupkan untuk membayar betapa lelah dan beratnya proses pembuatan Kopra ini. Namun sangat disayangkan, senyum itu menjadi pudar sejak awal tahun 2018. 

Rp.9. 000/Kg itulah angka untuk harga Kopra diawal tahun 2018, hal ini tidak bertahan sampai diangka ini. justru dari bulan ke bulan angka yang tak diinginkan oleh para petani terwujud. Rp.4.800 - Rp.4.500 /Kg. ini merupakan angka sedih. Kenapa? karna tak seimbang harganya dengan proses pembuatan Kopra itu sendiri.  proses pembuatan Kopra ini tak gampang, karna harus menghabiskan waktu berhari - hari bhakan berminggu- minggu jika cuacu kurang membaik.

Jika dilihat gambar diatas, ini tak gampang untuk semua buah Kelapa dapat terkumpul jadi satu diatas Para - Para (Tempat pematangan Kelapa untuk dijadikan Kopra) seperti ini. semua rumput yang di bawah pohon Kelapa harus di Paras (di pangkas dalam bahasa lokal Bukumatiti) dengan cara manual menggunakan Parang (Alat pemotong rumput dll) ataupun dengan cara moderen (Mesin pemotong rumput). tergantung ketersediaannya. setelah itu, Buah - buah kelapa yang sudah matang siap dipetik  dengan cara manual(dipanjat). hal ini tidak dilakukan sendirian karna akan  menyita waktu   yang cukup lama jika 100 pohon lebih dipanjat sendiri. oleh karena itu, para petani biasanya ada namanya Babari (kerja kelompok yang lebih dari 5 - 10 orang). hal ini diimaksudkan untuk efisieni waktu dan mempermudah kerjaan. karna setelah dipanjat dan petik dari pohon, semua buah kelapa tersebut akan dikumpul disamping Para - para tersebut untuk dibelah buahnya, kemudian daging buah kelapanya dengan cara manual.  hal ini pun  masih tetap dilakukan secara Babari (Kerja Kelompok). tak sampai disitu. Daging - daging Kelapa yang sudah diambil secara manual dengan alat traditional biasanya disebut Bakore ini akan di Asar atau masak diatas Para - para  dengan  Asap Api untuk pematangan. hal ini akan memakan waktu berjam - jam bhakan berhari - hari. setelah itu daging kelapa tersebut dipilih untuk pisahkan yang sudah matang oleh Asap Api dan  yang belum. Bagi yang belum, akan diproses kembali sama hal yang pertama. Jika Daging Kelapa sudah  matang akan di isi dalam karung yang tersedia dan itulah jadinya Kopra. perjalanan untuk menempuh akhir belum sampai  ditahap ini.  masih ada tahap perjalanan menuju membawah Kopra - kopra ini ke tempat pembeli. Para petani harus melewati jalan yang tak sama seprti dalam Mall atau jalan Tol. tapi berasa sama My Trip My Adventure karna harus melewati beberapa jalan berbukit - bukit. Ketika tiba  ditempat pembeli kemudian Kopra ditimbang dan dibayar dengan haroga Rp.4.800 - Rp.4.500 / Kg untuk saat ini rasa lelahnya  para petani ini belum berkurang jika diangkakan dari 1- 10  angka 1 yang paling tepat untuk rasa berkurang Petani lelahnya. tetapi itulah yang harus dihadapi para Petani Kopra di Desa Bukumatiti dan sekitarnya.

Jika skenarionya proses pembuatan Kopra seperti ini, dengan harga yang turun drastis dan hasil yang tak seimbang dengan prosesnya, siapa yang harus disalahkan? Apakah Petani? atau Pembeli atau Pemerintah? 


Lokasi : Bukumatiti
Penulis : Vidson Toory
Facebook : Vais Dhon Toory
Page Facebook : Vidson Toory
Instagram : @vaisdhon



Thursday, 1 February 2018






Perwakilan Maluku Utara, dari Kiri ke kanan Vidson Toory, Herawati Teapon dan Hartati Hi.Arsyad.


Intoleransi, kekerasan ektrim dan juga diskriminasi masih menjadi perhatian utama pemerintah dan LSM yang bergerak di bidang Interfaith. Indonesia yang begitu luas menjadi salah satu alasan keberagaman di negara kepulauan ini. Tidak bisa kita pungkiri, intoleransi masih terjadi di sekitar kita. Bahkan intoleransi tersebut dapat memecah belah bangsa sampai terjadi kekerasan ektrim. Melihat hal tersebut,   Ambon Reconciliation and Medition Center (ARMC) IAIN Ambon bersama UNDP- PPIM UIN Jakarta, Pemerintah Provinsi Maluku dan beberapa pendukung membuat kegiatan yang bertemakan National Interfaith Youth Camp ( IYC) 2018 ini mengundang 120 pemuda/i dari seluruh Indonesia terdiri dari 34 Propinsi dan 6 Agama di Indonesia bahkan beberapa diantara mereka menganut Kepercayaan nenek moyang.

Kegiatan ini berlangsung dari tanggal 25-30 Januari 2018 di Pantai Liang, Ambon. Interfaith Youth Camp ini buka dengan resmi di Kediaman Wakil Gubernur Maluku Bapak Dr. Z. Sahuburua,SH, MH bersama Rektor IAIN Ambon, Koordinator IYC 2018 pada pukul 22.00 WIT. Di sela sela pembukaan oleh Wakil Gubernur Maluku merasa sangat bangga kegiatan ini bisa berlangsung di Ambon “saya berharap Ambon bisa menjadi Laboratorium dalam gerakan menekan Isu SARA. Kemah Nasional yang diusung tema “ Counter Violent Extremism “ini diikuti oleh 100 lebih Peserta dari 34 Provinsi dengan diskusi dan masih ada diskusi di hari berikutnya dan akan ada Penanaman Pohon perdamaian, Courtesy call, culture night dan akan di hadiri oleh Glend Fredly, salah  penyanyi putra Maluku yang sudah tak asing lagi kanca nasional.

Herawati Taepon dari komunitas  Ternate Youth Coalition 2018, Vidson Toory  dari Purnacaraka Muda Indonesia ( PCMI). Malut yang juga founder Ecamoi English Course ( EEC) di Jailolo Halmahera Barat beserta Hartati Hi Arsyad Alumni Pemuda Penggerak Desa, Halmahera Selatan merupakan perwakilan dari Maluku Utara dalam kegiatan ini. Dari latar belakang agama, budaya, dan juga pengalaman tentang Interfaith mengantarkan mereka dapat mengikuti kegiatan positif ini.




Lokasi : Pantai Liang, Maluku Tengah, Indonesia.