Wednesday, 16 May 2018


Para - para (Tempat pematangan Kelapa untuk dijadikan Kopra)

Kerja Kopra itu berat, jangan kamu biar aku saja!!

kira - kira seperti itu yang dirasakan oleh Petani Kopra yang ada di Provinsi Maluku Utara, di seluruh Pulau Halmahera terlebih lagi di bagian Barat Halmahera. Bukumatiti adalah saah satu desa penghasil Kopra terbesar di kecamatan Jialolo. Hampir  80 %  penduduknya adalah petani. Kopra adalah salah satu objek penghasil utama para petani, selain Cengkeh dan Pala yang merupakan komiditi unggulan para peteni.

Di akhir tahun 2017, harga Kopra di Halmahera Barat membuat senyum indah para petani. karna dengan harga Rp.11.000 per Kilogram  setidaknya mencukupkan untuk membayar betapa lelah dan beratnya proses pembuatan Kopra ini. Namun sangat disayangkan, senyum itu menjadi pudar sejak awal tahun 2018. 

Rp.9. 000/Kg itulah angka untuk harga Kopra diawal tahun 2018, hal ini tidak bertahan sampai diangka ini. justru dari bulan ke bulan angka yang tak diinginkan oleh para petani terwujud. Rp.4.800 - Rp.4.500 /Kg. ini merupakan angka sedih. Kenapa? karna tak seimbang harganya dengan proses pembuatan Kopra itu sendiri.  proses pembuatan Kopra ini tak gampang, karna harus menghabiskan waktu berhari - hari bhakan berminggu- minggu jika cuacu kurang membaik.

Jika dilihat gambar diatas, ini tak gampang untuk semua buah Kelapa dapat terkumpul jadi satu diatas Para - Para (Tempat pematangan Kelapa untuk dijadikan Kopra) seperti ini. semua rumput yang di bawah pohon Kelapa harus di Paras (di pangkas dalam bahasa lokal Bukumatiti) dengan cara manual menggunakan Parang (Alat pemotong rumput dll) ataupun dengan cara moderen (Mesin pemotong rumput). tergantung ketersediaannya. setelah itu, Buah - buah kelapa yang sudah matang siap dipetik  dengan cara manual(dipanjat). hal ini tidak dilakukan sendirian karna akan  menyita waktu   yang cukup lama jika 100 pohon lebih dipanjat sendiri. oleh karena itu, para petani biasanya ada namanya Babari (kerja kelompok yang lebih dari 5 - 10 orang). hal ini diimaksudkan untuk efisieni waktu dan mempermudah kerjaan. karna setelah dipanjat dan petik dari pohon, semua buah kelapa tersebut akan dikumpul disamping Para - para tersebut untuk dibelah buahnya, kemudian daging buah kelapanya dengan cara manual.  hal ini pun  masih tetap dilakukan secara Babari (Kerja Kelompok). tak sampai disitu. Daging - daging Kelapa yang sudah diambil secara manual dengan alat traditional biasanya disebut Bakore ini akan di Asar atau masak diatas Para - para  dengan  Asap Api untuk pematangan. hal ini akan memakan waktu berjam - jam bhakan berhari - hari. setelah itu daging kelapa tersebut dipilih untuk pisahkan yang sudah matang oleh Asap Api dan  yang belum. Bagi yang belum, akan diproses kembali sama hal yang pertama. Jika Daging Kelapa sudah  matang akan di isi dalam karung yang tersedia dan itulah jadinya Kopra. perjalanan untuk menempuh akhir belum sampai  ditahap ini.  masih ada tahap perjalanan menuju membawah Kopra - kopra ini ke tempat pembeli. Para petani harus melewati jalan yang tak sama seprti dalam Mall atau jalan Tol. tapi berasa sama My Trip My Adventure karna harus melewati beberapa jalan berbukit - bukit. Ketika tiba  ditempat pembeli kemudian Kopra ditimbang dan dibayar dengan haroga Rp.4.800 - Rp.4.500 / Kg untuk saat ini rasa lelahnya  para petani ini belum berkurang jika diangkakan dari 1- 10  angka 1 yang paling tepat untuk rasa berkurang Petani lelahnya. tetapi itulah yang harus dihadapi para Petani Kopra di Desa Bukumatiti dan sekitarnya.

Jika skenarionya proses pembuatan Kopra seperti ini, dengan harga yang turun drastis dan hasil yang tak seimbang dengan prosesnya, siapa yang harus disalahkan? Apakah Petani? atau Pembeli atau Pemerintah? 


Lokasi : Bukumatiti
Penulis : Vidson Toory
Facebook : Vais Dhon Toory
Page Facebook : Vidson Toory
Instagram : @vaisdhon